Wednesday, May 27, 2009

Cerita Indah Ujian nasional di Negeriku Indonesia

Posted by Ahmad Nalpa on Wednesday, May 27, 2009


Ujian nasional merupakan tahap akhir dari proses pembelajaran di sekolah. Keberhasilan atau kelulusan sekolah ditentukan dalam beberapa hari saja yaitu hari-hari ujian nasional. Begitu banyak aturan yang dibuat untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa ini. Mulai dari penentuan batas minimal kelulusan yang cukup membuat takut para siswa hingga aturan-aturan lainnya. Mari sedikit kita potret dari belakang pentas ujian nasional 21 April 2009 – 2 Mei 2009.


Mencontek Itu budaya Ujian
Berdasarkan laporan dari Tim Pemantau Independen (TPI) menyatakan bahwa rata-rata siswa peserta ujian nasional setiap sekolahan (SMA maupun SMP) begitu asyik saling menukar jawaban saat ujian berlangsung. Seolah sebelum ujian sudah berjanjian untuk saling memberi jawaban. Mereka begitu kreatif menyusun strategi ini. Strategi yang katanya bisa lepas dari pantauan pengawas ujian. Begitu banyak kode-kode yang dilontarkan pertanda bahwa jawaban nomor sekian adalah A, B, C, D atau E. Bahkan tidak sedikit yang langsung bergantian menyalin jawaban yang sudah ditulis disecarik kertas ukuran 5X3 cm. Sampai sampai kertas tersebut dalam hitungan menit menjadi kusam karena begitu cepatnya berpindah tangan. Saling oper ke depan dan belakang, samping kanan dan kiri. Saat dilihat oleh pengawas tampak seolah tak ada kegiatan. Bergaya sedikit tersenyum dan sedikit terdengar bisikan-bisikan merdu. Dari tahun ke tahun hal ini selalu terjadi. Bahasa orang barat itu adalah “ALWAYS” Mungkinkah mencontek sudah menjadi budaya ujian di negeri ini!.

Permainan Cantik Para Perangkat Sekolah
Sungguh miris cerita ini. Begitu kompleksnya aturan dibuat ternyata lebih kompleks lagi cara untuk melanggar aturan tersebut. Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini ternyata disambut dan didukung dengan baik oleh perangkat sekolah dan penyelenggara ujian. Kepala sekolah, dewan guru dan perangkat lainnya. Bentuk dukungan mereka adalah dengan menerapkan budaya saling memberi dan jangan pelit. Saling memberi tahu jawaban antar teman saat ujian, jangan pelit-pelit membuka lembar jawaban jikalau teman disamping melirik. Fakta yang dipantau dilapangan ternyata tidak sedikit kepala sekolah yang bekerja sama dengan pihak dinas pendidikan serta pengawas ujian di daerah tersebut untuk membudayakan saling memberi. Saling memberi jalan untuk menyukseskan angka kelulusan di sekolah bersangkutan bagaimanapun juga caranya. Bermodalkan berjabat tangan sebagai tanda kedua belah pihak saling menyetujui. Jikalau siswa begitu kreatif menyusun rencana, ternyata perangkat sekolah pun lebih kreatif lagi. Ya wajarlah... perangkat sekolah lebih banyak makan asam garamnya ketimbang para siswa yang baru seumur jagung di dunia pendidikan ini.

Pengawas Ujian Menjadi patung
Pengawas ujian yang ditugaskan untuk mengawasi proses berjalannya ujian ternyata tidak bisa berbuat apa-apa. Beberapa pengawas hanya berdiam diri saat siswa peserta ujian asyik lempar-lemparan jawaban. Seolah sudah diikat dan dirantai dengan kunci yang besar. Banyak laporan dari TPI bahwa terlihat jelas keadaan ruang ujian yang cukup ricuh, siswa sudah jelas-jelas terlihat nyontek namun pengawas yang ada di dalam ruangan tersebut diam saja seolah tak melihat apa-apa. Malah asyikan mainan HP. Padahal di dalam ruang ujian tidak boleh ada HP. Selain itu juga pengawas membuka dan membaca soal ujian padahal dalam ketentuan tidak diperkenankan. Ada beberapa indikasi yang mungkin yang menjadi penyebab tidak bergeraknya pengawas saat ujian. Pertama, pengawas sudah ikut membuat account dalam permainan cantiknya perangkat sekolah sehingga mau tidak mau harus mengikuti aturan main yang ada. Kedua, pengawas juga merupakan seorang guru yang berasal dari sekolah yang berdeda merasa tidak tega jikalau siswa tidak lulus dalam ujian ini. Apa kata dunia jika siswa yang ku ajar tidak lulus. Jadi dimana fungsi sebagai pengawas ujian.

TPI Hanya Formalitas
Tim Pemantau Independen (TPI) yang dibentuk secara resmi ternyata hanya sebatas formalitas saja. Laporan dari banyak TPI yang diterjunkan di sekolah menerangkan bahwa TPI juga diberikan budaya saling memberi oleh pihak sekolah terkait. Saling memberi keamanan dan kebaikan berita acara ujian. Sekolah memberikan Amplop kecil dan TPI memberikan catatan yang baik dilembar laporan berita acara. Di posisi seperti ini tentu para TPI akan mendapat tekanan. Apalagi TPI berasal dari luar daerah sekolah terkait. Begitu seringnya sekolah mengajak TPI untuk sedikit bercuap-cuap ria saat ujian dengan harapan TPI kehilangan konsentrasi untuk memantau jalannya ujian. Berbagai cara dilakukan untuk mengalihkan perhatian TPI. Bahkan nyaris lagi ternyata beberapa sekolah menyepakati untuk menentukan besar atau nominal untuk diberikan kepada TPI agar memberikan laporan berita acara yang baik-baik terkait ujian di sekolah terkait. Jadi kalau dipikir kembali pembentukkan TPI ini hanya sebatas formalitas, sudah dibentuk selanjutnya dipermainkan saat di lapangan. Seolah terdapat kecurangan yang sudah disusun dengan rapih jauh hari sebelum hari H berlangsung.

Tentu masih banyak lagi potret pentas seni ujian nasional yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu karena saking banyaknya. Sudah jelas sekarang, berbagai aturan pendidikan dibuat mengapa harus dilanggar. Atau memang aturan itu dibuat untuk dilanggar??? Ini yang menjadi bahan evaluasi kita bersama. Jika kondisi ini dibiarkan terus terjadi, kapan negeri ini akan berjaya. Kita semua yang dapat merubahnya.

Salam dari orang yang perihatin terhadap nasib pendidikan bangsa. HIDUP MAHASISWA...!

(created by AHMAD NALPA Kebijakan Publik BEM FMIPA UNILA, Sabtu, 2 Mei 2009)

No comments:

Post a Comment